Wanita: Antara Mawar & Edelweiss
Ada satu alasan mengapa wanita sering diidentikkan dengan bunga. Tak lain karena keduanya memiliki sesuatu yang sama: keindahan. Barangkali karena alasan itu pulalah wanita sering menjadi sumber inspirasi bagi lahirnya karya-karya seni, apapun bentuknya. Dan bunga sering dijadikan simbol yang dianggap pas untuk mewakili gambaran elok seorang wanita.
Keindahan bunga adalah keindaham alami, seperti juga keindahan wanita yang bersifat kodrati. Artinya, tanpa wanita itu berusaha menunjukkan segala yang indah dari dirinya, itu tak akan mengurangi penilaian orang akan keindahan yang dimilikinya. Dan mustahil kalau kaum wanita sendiri tidak menyadari akan hal ini. Bahkan menurut saya, sebagian dari mereka – terutama yang kebetulan dianugerahi Tuhan dengan kecantikan lahir – terlalu sadar akan sesuatu yang dimlikinya yang dapat menyedot perhatian orang lain. Maka mereka berpikir, rasanya mubazir kalau itu tidak dimanfaatkan sebaik mungkin. Pemanfaatan ke arah yang positif, it’s never mind. Bahkan itu justru akan memberi kepastian bagi masa depannya. Mereka bisa memilih dan menekuni bidang-bidang yang lebih memungkinkan dan mempunyai nilai lebih jika itu dikerjakan atau dilakukan oleh kaum wanita, seperti dunia tarik suara, public relation, sekretaris, foto model, peragawati dan sejenisnya. Tapi jika itu sudah menjurus kepada kondisi dimana mereka hanya ingin memuaskan keinginan pribadi tanpa batas, berarti mereka sudah memasuki daerah yang dangerously.
Mengamati sikap dan tingkah laku wanita, kalau boleh saya mengumpamakan dengan bunga, saya hanya akan menyodorkan mawar dan edelweis. Mawar termasuk jenis bunga yang memiliki bentuk yang indah dan aneka warna yang menarik. Dengan keadaan seperti itu, ia akan dengan mudah menyedot perhatian banyak orang. Dan karena ia mudah ditemukan dimana-mana tidak terlalu sulit bagi setiap orang untuk memetiknya tanpa perlu pengorbanan yang berarti. Juga karena pesona yang ada padanya hanya sebatas bentuk dan warnanya, tak lama setelah ia dipetik dan layu, ia menjadi tak menarik lagi dan orang akan mencari mawar yang lain.
Tanpa bermaksud mendeskriditkan kaum wanita, saya sering menjumpai wanita yang bertipe mawar. Mereka menganggap ketertarikan orang lain (kaum pria) pada diri mereka adalah karena penampilan fisik semata. Meskipun anggapan seperti itu tidak seluruhnya keliru, saya kira mereka telah memasang jerat untuk dirinya sendiri. Dengan beranggapan seperti itu, mereka jadi tidak memiliki kontrol yang ketat terhadap segala pengaruh yang masuk yang dapat memberikan nilai plus pada penampilan fisik menurut versi mereka. Satu contoh konkrit yang bisa kita lihat akhir-akhir ini, betapa pengaruh perkembangan fashion mampu mengubah kepribadian seseorang. Kita tidak perlu bersusah payah mencari kemana-mana untuk menemukan para wanita dari segala lapisan yang gemar – maaf – memamerkan bagian tubuhnya – yang menurut saya – sangat sensitif untuk bisa dinikmati begitu banyak pasang mata dengan bebas tanpa malu-malu. Pakaian-pakaian yang super mini dan ketat sepertinya telah menjadi uniform yang perlu mereka kenakan di segala kesempatan. Saya khawatir dengan begitu orang lain bakal memandang rendah pada mereka – apalagi jika dilengkapi dengan sikap dan tingkah laku yang serba permisif. Dan ternyata kekhawatiran saya telah terbukti jika melihat kejadian akhir-akhir ini. Betapa kaum wanita dapat dengan mudah menjadi bahan bulan-bulanan kaum pria. Dari hal-hal yang ”sepele” seperti dikhianati rasa cinta – dalam berbagai perwujudannya – yang telah ia serahkan bulat-bulat, sampai pada perenggutan kehormatan (terpaksa atau sukarela). Sementara dari kaum pria – tanpa bermaksud mengemukakan apologia – ada agresifitas dan superioritas yang juga bersifat kodrati. Terhadap wanita yang menjaga jarakpun kaum pria berusaha menembus batas-batas itu, apalagi terhadap wanita yang begitu ”welcome”. Jadi jika ada kasus pelecehan wanita begitu rupa oleh kaum pria, agaknya perlu ditelusuri bagaimana gaya hidup wanita itu. Karena menurut saya – kalau boleh saya gambarkan, kondisinya seperti buaya yang tengah menganga kelaparan dan tiba-tiba ada bangkai lewat di depan matanya. Rasanya sangat mustahil buaya itu membiarkan bangkai berlalu begitu saja.
Saya pikir, kenapa wanita tidak mencoba bercermin pada kehidupan edelweis. Bunga ini hanya terdapat di gunung-gunung, memiliki bentuk dan warna tidak semenarik mawar, tapi ternyata banyak orang yang menginginkannya karena kekhasan yang dimilikinya, meskipun untuk itu diperlukan pengorbanan yang sangat berarti dan kesungguhan. Wanita tipe edelweis adalah wanita yang memiliki prinsip hidup yang positif. Ia begitu menjaga ucapan, sikap dan tingkah lakunya. Tidak menarik diri dari pergaulan, tapi juga tidak terpengaruh gaya hidup yang justru akan merendahkan martabatnya. Pesona yang memancar dari dirinya berasal dari keanggunan sikap mental dan moralitasnya. Saya yakin dengan sikap seperti itu tak ada pria yang berani menjamahnya secara sembarangan. Dan terus terang saya sering juga menjumpai wanita seperti itu.
source: http://www.penulisindonesi
Comments
Post a Comment